Bagaimana Drone Militer Israel Mampu Mengirimkan Datalink Dengan Biaya Bandwidth Murah dan Efesien (2019)
Pada
prinsipnya kinerja sipil militer hampir mirip-mirip.
Teknologi
komersial sipil yang banyak digunakan bermanfaat bagi umat manusia. Pada
hakekatnya pertama kali dikembangkan dari aktivitas militer.
Jadi,
apa yang dikerjakan oleh militer
secara umum, seharusnya juga layak digunakan bagi kepentingan sipil, begitupula
sebaliknya apa yg dikembangkan oleh sipil bermanfaat pula bagi militer. Hanya
saja ada perlakukan sedikit berbeda dari sisi keamanan.
Jika
teman-teman pernah terbang menggunakan pesawat yg dilengkapi akses internet /
WIFI.
Khususnya
di luar negeri.
Pasti
pernah bertanya-tanya ya, bagaimana sih langkah maskapai tersebut mengirimkan
data komunikasi di tempat langit yg begitu tinggi jauh dari tiang pemancar base
Transceiver Station.
Berterima
kasihlah kepada perusahaan Israel, Orbit Airborne selaku penyedia infrastruktur
solusi teknologi jaringan internet di atas awan.
Youtube : Israel ORBIT AIRBORNE
Seperti
pembahasan diatas. Kinerja militer dan sipil hampir mirip-mirip. Hanya saja ada
perlakukan berbeda dalam hal segi keamanan, ketahanan cyber security, dan tentu
saja ukuran besarnya proses pemprosesan data.
Sebagai
perbandingan, kamera smartphone yg anda miliki besarannya kira-kira kurang dari
50 MP.
Sedangkan
kamera militer memiliki rentang hingga 1.000.000.000 MP (Baca : satu miliar
megapiksel).
Contoh
seperti produk kamera SkEye yg biasanya terinstal di drone militer Israel.
Tujuan ukuran kamera sekuat ini ditujukan agar drone mampu membaca koran, buku,
dokumen atau catatan informasi musuh dari atas langit.
Sebagai
tambahan perbandingan. Resolusi Video Youtube yang anda upload biasanya hanya
berkisar diangka 1080p dengan frame rate 60 fps atau video 4K/8K.
Mari
bandingkan dengan militer. Angkanya jauh lebih besar…
Pihak
militer, membutuhkan video dan kualitas gambar HD berukuran besar untuk tujuan
pengintaian ISR intelligence surveillance reconnaissance yg lebih detail.
Kalau
diajukan sebuah pertanyaan tentang ukuran data yg sangat besar tersebut.
Bisa
diambil kesimpulan bahwa proses datalink untuk mengirimkan data ke pusat
control dan komando atau ke GCS Ground Control System membutuhkan biaya
bandwidth yang besar.
Lalu
bagaimana Israel mampu mengirim dengan biaya murah dan efesien. Apakah dengan cara mengurangi ukuran resolusi sehingga menghemat bandwidth.
BANTUAN ALGORITMA KHUSUS
Pada
saat pesawat tempur drone melakukan misi pengintaian dan pengawasan atau
mencari lawan musuh tentara manusia yang bersembunyi di area luas di daratan atau lautan.
Tentu
bukan hal perkara mudah bagi pesawat drone untuk melakukan pencarian tersebut.
Ini mirip
mencari jarum di tumpukan jerami.
Luas
bumi mencapai berjuta-juta hektar. Sistem elektronik, radar, citra, sensor
optic, dan kamera diaktifkan untuk mendeteksi keberadaan musuh.
Keberadaan
tentara musuh manusia yg berada di darat menggunakan kendaraan mobil jeep Toyota atau mobil Ford jauh
lebih sulit dideteksi ketimbang infrastruktur militer tak bergerak. Apalagi
jika dikamuflase.
Baca juga :
Karena
pergerakan musuh tentara manusia beraktivitas berpindah-pindah dari satu tempat
ke tempat lainnya. Akibatnya menyulitkan proses scanning dan menumpuk biaya bandwidth. Semakin lama pesawat drone terbang di udara semakin banyak data yg didapat artinya semakin mahal pula biaya yg dibutuhkan.
Sedangkan
jangkauan deteksi sensor & kamera drone terbatas di satu waktu fitur
memiliki keterbatasan penglihatan di lingkaran pemantauan area seluas 18 km
saja di atas ketinggian 4 Km.
Keterbatasan dan biaya transfer data tersebut menjadi kelemahan drone. Tak masalah apabila kualitas dikurangi pemprosesan menjadi hemat biaya tetapi data dikirim menjadi blur/buram. Ini biasanya hanya untuk negara dalam keadaan non-perang. Tetapi apabila negara dalam keadaan darurat perang. resolusi tinggi merupakan kewajiban.
Keterbatasan dan biaya transfer data tersebut menjadi kelemahan drone. Tak masalah apabila kualitas dikurangi pemprosesan menjadi hemat biaya tetapi data dikirim menjadi blur/buram. Ini biasanya hanya untuk negara dalam keadaan non-perang. Tetapi apabila negara dalam keadaan darurat perang. resolusi tinggi merupakan kewajiban.
Untuk
mengaktifkan segala perangkat deteksi pesawat drone membutuhkan biaya bandwidth.
Ada
cara paling murah mengurangi biaya tersebut yaitu dengan integrasi sistem
produk ASIO dari perusahaan Bird Aerosystems atau dari produk perusahaan Elbit
System.
Yaitu
dengan cara menempatkan kru tentara berawak di dalam pesawat sipil untuk
disulap menjadi pesawat patroli/patroli maritim/ MPA untuk menatap layar
monitor komputer selama berjam-jam tanpa perlu mengirim data ke pusat. Artinya
telah menghemat biaya.
Youtube : Israel ASIO Bird Aero Systems
Lain
hal-nya dengan drone tanpa awak. Pengiriman data intelijen harus dikirim segera
ke pusat, entah melalui satcom, nano remote satelit atoll, atau perangkat
pemancar stasiun ground relay lainnya.
Masalahnya
volume data seperti foto fotografi, gambar dan video tersebut jumlah yg harus
ditransfer ke pusat komando seringkali berukuran begitu besar, memorinya
berukuran raksasa HBM (high bandwidth memory), dan diwajibkan pengiriman data dari drone
ke GCS secara realtime untuk penyelidikan analisis lebih lanjut oleh pasukan-pasukan
yg ada di darat mengingat musuh bersifat mobile (berpindah-pindah).
Akibatnya,
harga membengkak hanya untuk biaya transfer data saja. Apalagi pengawasan drone
dituntut untuk mendeteksi berjuta-juta kilometer di lautan dan daratan. Sungguh pekerjaan sulit...
Tak
ayal, mengapa banyak negara menolak untuk berperang. Karena biaya untuk intelijen perang
itu saja sudah sangat mahal.
Lalu
bagaimana langkah drone Israel dapat meminimalkan harga menjadi lebih efesien.
Israel
mengembangkan semacam sensor drone atau pod canggih yg disebut Reccelite
dilengkapi dengan kemampuan otomatis.
Mengubah kamera, memproses data paling efektif dengan menyesuaikan target spesifik untuk menciptakan kesadaran situasional yg lebih baik.
Mengubah kamera, memproses data paling efektif dengan menyesuaikan target spesifik untuk menciptakan kesadaran situasional yg lebih baik.
Sebut
saja, Pod Reccelite mengunakan kamera pengintai udara dengan pengukuran inersia
integral men-scanning area luas dengan gambar beresolusi tinggi secara terus
menerus.
Sistem
ini diharapkan pada masa depan menggunakan komputasi neuromorfik dilengkapi
dengan artificial intelligence (AI) dan algoritma khusus.
Menganalisis foto, video dan gambar mirip seperti otak manusia untuk memproses data menggunakan pembelajaran mesin di penyimpanan internal yg mampu menyimpan hingga beberapa Petabyte.
Menganalisis foto, video dan gambar mirip seperti otak manusia untuk memproses data menggunakan pembelajaran mesin di penyimpanan internal yg mampu menyimpan hingga beberapa Petabyte.
Secara
selektif. Kecanggihan sistem tersebut memilih otomatis mana foto & video yg
harus dikirim ke pusat dan mana foto & video yg harus segera dihapus tanpa
perlu dikirim.
Sehingga
alih-alih mendeteksi area bumi yg luas.
Drone bisa menghemat dengan mendeteksi foto & video yg memiliki anomali tertentu saja.
Drone bisa menghemat dengan mendeteksi foto & video yg memiliki anomali tertentu saja.
Untuk saat ini, Israel mengandalkan kemampuan pod Reccelite, Mist, Skeye dan Litening yg efektif dan telah mengembangkan teknologi berkemampuan Artificial inteligence dan Deep Learning yg disebut AgentVi untuk menciptakan kamera keamanan pintar mampu menganalisis jutaan rekaman, mampu mengetahui klasifikasi antara orang, motor, sepeda, jalan, tank, sungai, pohon, dll.
Youtube : Israel Reccelite
Youtube : Israel Litening
Youtube : Israel MIST
Terima
kasih. Semoga bermanfaat ya. GBU