Sakit
itu menyakitkan. Apalagi harus masuk IGD. Artikel ini saya tulis cuma buat
ngisi waktu luang aja ya. Siapa tahu saya membacanya lagi jika ada waktu. Kalau
teman teman ngga mau baca juga ngga apa apa sih. he he…, Karena menyangkut tentang permasalahan saya saja. Siapa
tahu bermanfaat buat menambah ilmu bagi anda dari pengalaman kesalahan saya atau
bagi orang tua yang memiliki anak dengan riwayat penyakit seperti saya dapat
mengambil ancang ancang untuk menindaklanjuti dikemudian hari.
Yuk,
langsung saja ya.
1]. Masuk IGD pertama (I)
Ketika
itu saya masih berumur kira kira antara 7 atau 8 tahun. Duduk di bangku kelas 2 atau 3
SD. Nah, sepulang sekolah. Kami sekeluarga menyantap makanan seperti biasa.
Duduk di lantai dengan tikar dari anyaman rotan.
Waktu
itu kami cuma ada 4 orang. Karena adik paling bungsu belum lahir.
Beberapa
saat kemudian. 15 menit setelah makan. Saya teriak dan menangis. Pada intinya,
waktu itu sakit sekali sekujur tubuh saya. Saya terbaring di kasur kamar sambil
menangis kesakitan. Teriak keras sekali. Perut sakit perih banget dan muntah
berkali kali.
Aku
ingat mamah memijat saya.
Setelahnya,
saya lupa kejadian berikutnya.
Sepertinya
saya pingsan.
Ketika
mata saya terbuka, saya melihat sekeliling sudah berada di rumah sakit.
Ada
banyak keluargaku datang ke rumah sakit.
Pertama
kali membuka mata, penglihatan awal saya melihat jam dinding di rumah sakit menunjjukkan
pukul 4.
Lalu
saya bilang :
Aku mau pulang, mau nonton pendekar
rajawali. Kataku.
***
Dokter bilang kepada orangtuaku bahwa aku alergi ikan pipih.
Sontak
mengetahui hal itu, papahku langsung melarang mamah memasak ikan pipih lagi. Papah
juga setiap aku belanja makanan selalu selektif memilih kandungan snack yang
mengandung ikan pipih selalu disingkirkannya. Seperti kue amplang dan lain
sebagainya. Bahkan ketika pergi ke pasar. Papah menunjjukkan jenis ikan terlarang
yang tak boleh saya konsumsi.
Entahlah,
mengapa hanya aku yang alergi ikan pipih.
Padahal
semua keluarga tak ada masalah dengan ikan pipih.
2]. Masuk IGD kedua (II)
Untuk
kedua kalinya saya masuk ke IGD akibat kasus yang sama yaitu alergi ikan pipih.
Kejadian
terjadi setelah puluhan tahun sejak alergi pertama kali.
Nah,
kali ini terulang lagi saat kuliah.
Waktu
itu saya menjemput mamah dari kantor. Lalu mamah mengajak saya makan di warung
ikan bakar. Mamah memilih ikan pipih sedangkan aku memilih ikan patin goreng.
Entahlah,
kenapa saya waktu itu pengen mencicipi ikan pipih punya mamah. Tapi secuil aja
saya makannya.
Sontak
aja, tak butuh waktu lama. 15 menit setelah makan. Mata dan hidung saya seperti dilempar pasir. Kemudian saya jadi bertingkah mondar mandir kesana kemari
karena merasa tubuh ngga nyaman. Lalu menangis histeris.
30
menit kemudian. Kepala menjadi pusing sekali dan sesak nafas. Kelopak mata
membengkak, lalu wajah berubah membengkak seperti habis dipukuli orang.
Beruntung,
waktu itu kami sudah sampai dirumah.
Tadinya
saya masih bisa berdiri. Sekarang harus terkapar.
Karena
dada terasa sakit, nafas menjadi pendek mengeluarkan bunyi ngik ngik, wajahku
membengkak secara total dan dari ujung kaki sampai kepala muncul bintik bintik merah sebesar kelereng.
Pada
intinya sakit sekali. 1 jam setelah mengkomsumsi ikan pipih, saya sudah
kesulitan berdiri, terus menangis dan mengeluarkan kata kata pun butuh tenaga
ekstra.
Lalu Via (kakak sepupu saya) dan papah datang.
Kakak Via bilang harus dibawa kerumah sakit. Kita
ngga bisa mengobatinya, harus disuntik. Katanya.
Terus
papah bergegas pergi ke tetangga sebelah rumah untuk memanggil mas Jaya sambil
bawa mobilnya buat dipinjamin untuk ngantarin aku ke IGD.
Di
rumah sakit, saya masih punya setengah kesadaran. Bukan seperti sejak SD sudah
pingsan duluan. Nah, di IGD saya dipasang tabung ventilator, di infus dan di
suntik 3 kali.
Di
rumah sakit. Saya istirahat selama 3 jam. Puji Tuhan Yesus saya sembuh tanpa harus
opname.
Baca juga :
3]. Masuk IGD ketiga (III)
Dalam
pikiranku ah ngga papa hujan. Udah biasa basah gini kalau habis dari pulang
sekolah. Hujan ya saya terjang saja naik motor biar cepat pulang ke rumah.
Tapi
kali ini berbeda. Karena tanpa perlindungan tas, sepatu, jaket dan helm.
Ketika
itu jam 5 sore menjelang malam.
Aku
mencari tanaman apu apu di air rawa rawa dekat taman nasional Sabangau sebagai pakan ternak babi.
Hujan,
angin deras, ada kilat dan guntur. Aku tetap masih ada disana. Tanpa pelindung
apapun.
Karena
babi aku belum makan, maka aku usahakan mereka makan walaupun hujan.
Saat
kejadian. Aku merasa dingin sekali menusuk ke tubuhku.
Tapi
pikiranku terus berkecamuk. Aku terus memaksa diriku untuk tetap memberi makan
babi walaupun kedinginan. Karena jika aku ngga memberi mereka makan, tak ada orang
lain yang memberi dan babiku pasti kelaparan.
Jadi
aku paksakan saja saat itu, basah basahan.
Setelah
selesai memberi makan.
Tubuhku
merasa kedinginan. Selain merasa kedinginan aku juga kelelahan dan cape banget
habis mencangkul.
Akhirnya
jatuh sakit dibawa ke IGD.
Di
IGD saya diambil darah, disuntik dan diinfus.
Puji
Tuhan Yesus saya sembuh tanpa harus opname.
Beberapa
hari kemudian, saya coba cek resep obat yang diberikan dokter. Ternyata mengacu
ke demam hipotermia.
Sebelum
hujan sebenarnya mamah sudah bilang cepat pulang nanti sakit.
Pengalaman
ini menyadarkan saya bahwa terpapar hujan deras dalam waktu lama dapat
berbahaya bagi kesehatan kita. Dari peristiwa ini saya ngga pengen lagi kayak gitu.
Baca juga :
Gejala
yang saya alami akibat terpapar hujan deras. Yaitu :
1].
Pusing kepala.
2].
Mual.
3].
Kedinginan (menggigil di sekujur kaki, tangan dan anggota tubuh lainnya)
4].
Sesak nafas.
5].
Jantung terasa lambat bergerak.
6].
Kesulitan bergerak.
7]. Ngga nafsu makan.
8]. Pingsan.
Jika teman teman atau keluarga memiliki gejala seperti ini ketika terpapar hujan deras yang dingin.
Cepat cepat bawa ke IGD sebelum terlambat ya.
Terima
kasih. Semoga bermanfaat ya. GBU