Beberapa hari yang lalu.
Saya menulis sebuah artikel sederhana yang menjadi alasan bagi saya untuk tak memilih rumah, property, real estate dan tanah sebagai investasi. Kecuali
tanah, jika dikerjakan atau diolah dengan cara menanam singkong, nanas, pisang,
jagung, dll.
Nah, pada hari ini. Saya
berbagi sebuah alasan. Mengapa menolak investasi di P2P lending.
Mengapa saya menolak investasi di P2P lending
Sebelumnya, tentu saja
semua orang punya pilihan masing masing untuk berinvestasi.
Ada yang memilih
instrument investasi A, ada pula yang memilih instrument investasi B.
Macam
macam ya bentuk investasi. Sesuai kepribadian orang orang juga ya.
Cuma pengen berbagi aja,
mengapa saya menolak investasi di P2P lending.
P2P lending adalah
bisnis yang menjalankan sistem pinjam meminjam antar perseorangan atau bisnis dengan cara mempertemukan antara pemilik modal dan orang orang yang pengen berutang. Semua
aktivitas bisnis di jalankan menggunakan perjanjian dalam bentuk riba (bunga)
untuk pemodal dan pengutang di jaringan internet.
Jika masa waktu pinjaman
telah habis. Maka penagih utang atau debt collector bakalan datang ke rumah
orang tersebut untuk mengambil tagihan uang berserta bunganya.
Konsep P2P lending
sesungguhnya mirip seperti Bank melalui program deposito. Hanya saja, di P2P
Lending ada banyak hal dipangkas, seperti mereka tak perlu kantor cabang, tak
perlu bayar listrik gedung, air, tanpa jasa satpam, dan lain lain
sebagainya. Oleh sebab itu, mengapa tawaran bunga di P2P lending dikenal agak
jauh tinggi dibandingkan dengan deposito di Bank.
Sebagai perbandingan.
Bunga Bank. Di bank BCA,
bank BRI, Bank Mandiri, dll. Pada tahun 2021. Rata rata berkisar diantara angka
3%.
Bandingkan dengan P2P
Lending. Karena beroperasi sepenuhnya efisien secara online dan tanpa tatap muka.
Maka
kenaikan investasi anda dapat mencapai hingga 10% keatas.
Oleh sebab itu, mengapa banyak orang zaman now tertarik senang banget investasi di P2P lending. Apalagi untuk para generasi kaum muda dan yang punya penghasilan gaji besar di kantornya. Ini adalah cara bagus untuk menggandakan uang.
Namun, apa yang menjadi
alasan latar belakang saya menolak investasi di bisnis P2P Lending. Walaupun
imbal hasil keuntungannya tinggi dibandingkan deposito Bank.
Seperti yang kita
ketahui. P2P lending masih tergolong bisnis baru. Sedangkan pemain lama adalah
Bank.
Ada 3 jenis kategori
untuk bisnis pinjaman. Yaitu :
1]. Pinjaman terbuka
Seperti Bank dan
obligasi.
2]. Pinjaman tertutup
Seperti Funbox.
3]. P2P Lending.
Bisnis investasi P2P
lending berada di tengah persimpangan antara persaingan pinjaman terbuka dan
pinjaman tertutup.
Walaupun P2P tergolong
baru. Namun, pemain baru lainnya terus bermunculan dengan konsep sama tetapi
menggunakan dukungan teknologi machine learning dan AI (artificial
intelligence) yang lebih canggih dan powerful.
Walhasil menjadikan P2P
lending tertekan.
Hal ini belum ditambah dengan masifnya kegiatan Bank
konvensional untuk berubah transformasi ke Bank Digital tanpa kantor cabang
yang juga berencana menerapkan konsep seperti P2P lending tanpa harus sewa
gedung di berbagai kota dan desa. Memfokuskan dirinya ke internet.
Akibatnya P2P tertekan
oleh 2 pemain di ranah persaingan tersebut.
Sehingga dapat
menghasilkan sebuah bentuk kegagalan kepada investor atau pemodal karena
masalah gagal bayar atau macet kredit.
Baca juga :
P2P Lending bukan untuk investor minim modal dan konservatif
Jika teman teman
merupakan seorang anak muda, punya banyak modal, pemberani, memiliki gaji tetap yang besar dari kantornya dan belum menikah. Maka P2P lending dapat menjadi instrument investasi menarik
untuk meroketkan uang anda berlipat ganda. Karena imbal hasilnya hingga 10%
keatas.
Tetapi, jika teman teman
minim modal, belum punya gaji tetap, bersifat konservatif artinya takut jika
melihat penurunan atau kegagalan investasi. Maka P2P lending disarankan tak
cocok bagi anda.
Seperti yang diutarakan
diatas. Diakibatkan oleh persaingan di industri ini yang menyebabkan P2P
tertekan. Maka bisnis P2P Lending memiliki resiko gagal bayar. Dimana pada
kasus tertentu ada saja kegagalannya.
Bagi saya pribadi. P2P
Lending kurang cocok sebagai pilihan investasi bagi saya. Karena adanya gagal
bayar sehingga merugikan waktu dibikin maju mundur.
Jika melihat secara
psikologis, P2P Lending memiliki kelemahan karena dapat menguras waktu, pikiran, emosi, dan energi untuk melakukan berbagai macam riset dengan membaca banyak informasi,
menghitung, mengkalkulasi keuangan, meneliti ekonomi mikro makro dan menganalis berbagai data lainnya.
Jika anda masih muda. Maka melakukan banyak riset tak menjadi masalah.
Tapi itu menjadi masalah bagi orang orang berumur tua. Karena fisik dan otak sudah tak sanggup melakukan terlalu banyak riset.
Oleh sebab itu, Karena
keterbatasan.
Maka saya menolak investasi P2P Lending (0%). Sama seperti alasan
mengapa saya menolak berinvestasi di property, real estate, kos kosan dan
kontrakan.
Terima kasih. Semoga
bermanfaat ya. GBU