Menurut statiska dan pelacak ecommerce. Pada tahun 2024, terdapat 30.700.000 juta situs toko online di seluruh dunia atau naik 11%.
Mayoritas 50% pemilik toko online di seluruh planet dikuasai oleh orang orang Amerika Serikat.
Untuk membuat website toko online. Mereka menggunakan platform teknologi Wordpress, Shopify, Wix dan Squarespace.
Sedangkan jumlah toko offline, berfluktuasi dan tidak ada angka pasti.
Perkiraan menunjjukan ada lebih dari 100.000.000 juta toko ritel fisik yang diberdayakan oleh UKM, dimana pemilik toko offline juga bersifat omnichannel mengintegrasikan pemasaran atau penjualan dagangan baik online maupun offline secara bersamaan.
Masa depan tidak ada yang tahu, namun tidak ada salahnya untuk mempersiapkan diri bagi para entrepreneur pedagang toko online maupun toko offline.
Bukan dengan rasa kwatir atau pesimis. Namun teliti, waspada dan terbuka untuk beradaptasi terhadap perubahan zaman agar toko yang menentukan kehidupan keluarga tidak terlibas akibat kebangkrutan.
Seseorang seharusnya wajib menghargai perubahan dan melakukan persiapan agar dapat bertahan dengan baik.
Salah satu dinamika perubahan yaitu adanya potensi 80% toko mengalami kebangkrutan massal secara perlahan lahan dari tahun ke tahun berlaku untuk seluruh dunia.
Artinya
Lebih dari 100.000.000 juta toko offline bakal tutup tersisa aktif 20.000.00 juta saja.
30.700.000 juta toko online bakal bangkrut dan tersisa tinggal 6.000.000 juta saja.
Faktor membayar beban gaji karyawan yang menuntut upah tinggi, biaya operasional toko, utilitas, listrik, air, dll. Ditambah kredit suku bunga diatas > 5% dan pajak tax yang kian mencekik menciptakan kesulitan finansial bagi pelaku UKM.
Persaingan sengit di pasar menciptakan suasana bersaing yang ketat. Memaksa toko menurunkan banting harga akibatnya menjadikan profitabilitas marjin keuntungan makin tipis. Toko yang tidak dapat bertahan dalam perang harga dan memiliki kualitas produk rendah cenderung dipastikan bangkrut.
Perubahan perilaku konsumen di era kesulitan kalangan menengah juga memaksa daya beli menjadi anjlok. Berimbas kepada penjualan barang cenderung tidak laku. Oleh sebab itu, pemilik usaha toko perlu selektif memilih jenis dagangan yang hendak dijual, jangan asal asalan stock barang lagi, pilihlah produk laris untuk dijual.
Dalam rangka menghadapi tantangan seperti laporan data dari NRF ( National Retail Federation ). Pemilik toko perlu punya strategi atau taktik masing masing. Entah itu menggunakan AI dalam meningkatkan pemasaran marketing di internet, dll.
Sedangkan sektor toko offline kian tergeser oleh kehadiran supermarket dan minimarket. Di Amerika Serikat toko offline UKM banyak mengalami kebangkrutan akibat tidak mampu bersaing dalam skala bisnis.
Meskipun prediksi ini mengkhawatirkan. Ada kesempatan bagi orang yang beradaptasi dan berevolusi dengan mempelajari ilmu pola, psikologis konsumen, jarak ideal toko, dll.
Contoh
Toko sayuran yang berjualan disamping atau didepan Indomaret & Alfamart.
Sayur, ikan, buah buahan, tahu, tempe, daging ayam, dll cenderung banyak laris terjual kepada pengunjung. Karena cerdas mengambil kesempatan dari hasil riset jarak yang sudah dilakukan secara matang oleh pihak minimarket raksasa.
Sedangkan toko kelontong. Usahakan jangan berdekatan dengan minimarket raksasa.
Selayaknya pilih jenis berbeda produk. Seperti jualan helm, sepeda anak, kotakan produk, telur setabak/satuan, sandal, baju, elektronik, dll.
Terkhusus untuk toko sayur dengan pajangan barang dagangannya melebar sepanjang 7 meter dan kedalaman 3 meter sudah ideal untuk berjualan.
Karena menurut pendapat saya secara ilmu psikologis, mayoritas orang orang pembeli sayur merasa ketakutan jika mereka melangkah jauh lebih dari 3 meter ke dalam toko sayur. Seperti terasa masuk labirin angker. Hanya untuk mengambil seikat bayam.
Alasan kenapa banyak toko sayur gagal. Karena tidak memperhatikan kaidah sudut ruangan tersebut.
Terima kasih. Semoga bermanfaat ya. GBU.